Cerita Rakyat Kalimantan Tengah Siluman Angkes dan Siluman Ikan Tomang
Sumber: https://heikaku.com/tempat/istana-kuning-di-kotawaringin-barat-2457 |
Dahulu
kala ada Seorang gadis cantik tampak kebingungan menyusuri Sungai Rungan.
"Tapih, apa yang sedang kau cari?" teriak ayahnya. Gadis bernama Tapih
itu menjawab, "Topiku Ayah, topiku hanyut saat aku mandi."
Mereka
berdua menyusuri Sungai Rungan untuk mencari topi itu. Tak terasa, mereka telah
sampai di desa tetangga, Desa Sepang Simin. Ternyata topi Tapih ada di desa
itu. Pemuda bernama Antang Taung menemukannya.
Ayah
Tapih menawarkan hadiah pada Antang Taung sebagai ucapan terima kasih, namun
pemuda itu menolaknya. "Jika diizinkan, saya bermaksud menikahi putri
Bapak," pinta Antang Taung yang jatuh cinta pada Tapih sejak pandangan
pertama. Tapih tersipu mendengar permintaan Antang Taung itu. Ketika ayahnya
meminta pendapatnya, Tapih hanya mengangguk setuju. Pesta pernikahan pun
digelar dengan meriah.
Setelah
menikah, sesuai dengan adat setempat, pasangan pengantin baru harus tinggal di
rumah orangtua masing-masing secara bergantian. Adat itu dirasa berat oleh
Antang Taung dan Tapih karena perjalanan dari asal Tapih, Desa Baras Semayang,
ke Desa Sepang Simin harus melewati hutan yang lebat. Setelah berembuk, mereka
memutuskan untuk membuat jalan pintas yang menghubungkan kedua desa tersebut.
Penduduk
Desa Baras Semayang dan Sepang Simin bergotong-royong membangun jalan itu.
Mereka juga mendirikan pondok untuk tempat melepas lelah. Suatu hari,
barang-barang yang mereka Ietakkan di pondok itu raib. Dan bukan sekali itu
saja. Bahan makanan, beras, bahkan pakaian juga hilang. Karena penasaran,
penduduk memutuskan untuk menjebak si maling. Mereka berpura-pura meninggalkan
pondok, seolah-olah pergi bekerja, tapi sebenarnya mereka mengintip dari balik
semak-semak. Saat itulah mereka melihat seekor angkes (sejenis landak) masuk ke
pondok.
Mereka
mengintai Iebih dekat lagi. Hewan itu menggoyang-goyangkan tubuhnya dan
tiba-tiba, wusss... angin bertiup sangat kencang dan hewan angkes itu berubah
menjadi pemuda tampan. Serentak, para penduduk itu menyerbu pondok dan
menangkap pemuda siluman angkes itu.
"Ampun,
jangan hukum aku. Aku akan menebus semua kesalahanku!" teriak pemuda itu.
"Memangnya
apa yang bisa kau lakukan? Mengembalikan semua hasil curianmu?" tanya
penduduk.
"Aku
bisa membantu menyelesaikan pekerjaan kalian. Dalam waktu tiga hari, jalan
pintas ini akan siap digunakan," kata siluman angkes itu Semua yang hadir
mengangguk setuju. Dan memang benar, jalan itu selesai dalam waktu tiga hari.
Antang Taung dan Tapih terkagum-kagum mendengar berita tersebut. Suami-istri
itu ingin mengangkat pemuda itu menjadi anak mereka. Tak dinyana tawaran itu
diterima.
Beberapa
bulan kemudian, Tapih mengandung. Suatu hari, ia ingin sekali makan ikan
tomang. Untuk mengabulkan keinginan istrinya itu, Antang Taung pergi ke sungai
dan berhasil menangkap seekor ikan tomang. Karena terburu-buru pulang, malah
meninggalkan ikan tomang itu di perahunya. Begitu Antang Taung menyadari
perbuatannya, ia kembaIi ke perahunya. Namun alangkah terkejutnya ia, bukan
ikan tomang yang ia temukan melainkan bayi perempuan yang cantik jelita. Dengan
sukacita, Antang Taung membawa bayi itu dan mengerahkannya pada Tapih.
Bayi
jelmaan ikan tomang itu ternyata tumbuh dengan cepat. Beberapa bulan saja, ia
sudah menjelma menjadi seorang gadis yang cantik. Ia jatuh cinta pada pemuda
siluman angkes. Rupanya perasaan itu tidak bertepuk sebelah tangan. Dengan
restu dari Antang Taung dan Tapih, keduanya melangsungkan pernikahan. Mereka
sangat bahagia, tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama. Tak berapa lama setelah
lahir, bayi pertama mereka meninggal. Ditambah lagi dengan berita tentang
kematian bayi yang dilahirkan oleh Tapih. Mereka semua sangat berduka.
Sesuai
adat, Antang Taung dan Tapih harus mengadakan dua upacara kematian untuk kedua
bayi tersebut. Yang pertama adalah upacara penguburan, dan yang kedua adalah
upacara pembakaran tulang-belulang. Melalui kedua upacara tersebut, arwahnya
dipercaya akan menempati Lewu Tatau (surga). Upacara kedua, yang disebut tiwah dianggap
lebih penting daripada upacara pertama. Pada upacara tiwah, roh orang yang
meninggal dipercaya akan lepas dari tubuhnya.
Siluman
angkes dan siluman ikan tomang mengetahui upacara itu. Meskipun mereka adalah
siluman, mereka ingin melaksanakan upacara itu. Namun saat kuburan anak mereka
digali, bukan tulang-belulang manusia yang mereka dapati, melainkan
tulang-belulang hewan dan ikon. Warga yang menyaksikan kejadian tersebut
berbisik-bisik satu sama lain. Karena malu, pasangan siluman itu meninggalkan desa
dan mengembara ke hutan.
Sampai
akhir hayatnya, mereka tinggal di sana dan melahirkan banyak keturunan.
Keturunan mereka disebut hantuen. Banyak juga hantuen ini yang meninggalkan
hutan dan menikah dengan manusia biasa.
Saat
ini, keturunan hantuen dipercaya mampu berubah wujud menjadi hantu jadi-jadian.
Meski pada siang hari wujud mereka adalah manusia, pada malam hari mereka akan
berubah menjadi hantu tanpa tubuh. Mereka berkeliaran mencari bayi yang baru
lahir untuk diisap darahnya.